Jakarta (PantauNews.co.id) - Kementerian Luar Negeri menyatakan Indonesia menghormati mekanisme internal yang diterapkan China selama ini dalam menyelesaikan dugaan
Wakil Direktur untuk Urusan Hak Politik dan Hak Sipil Direktorat HAM dan Kemanusiaan, Indah Nuria Savitri, menuturkan setiap negara memiliki kewajiban dan cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah domestiknya, termasuk isu Uighur.
Hal itu disampaikan Indah ketika ditanya soal respons RI atas tuduhan China merayu sejumlah ormas Islam di Indonesia agar tidak lagi mengkritik Beijing atas dugaan persekusi Uighur di Xinjiang.
"Prinsipnya Indonesia memiliki keprihatinan [terkait isu ini], tapi posisi Indonesia tetap mengedepankan apa yang sudah dilakukan pemerintah itu sendiri. China punya kewajiban menyelesaikan isunya, jadi kami biarkan isu itu diselesaikan dengan mekanisme internal negara tersebut," kata Indah usai menggelar jumpa pers di Jakarta pada Senin (16/12/2019).
Indah juga mengatakan Indonesia tidak dalam posisi membantah, menolak, atau menerima laporan the Wall Street Journal (WSJ) baru-baru ini yang menyebutkan bahwa China berupaya merayu sejumlah organisasi Islam Indonesia agar tak lagi mengkritik Beijing soal kebijakan di Xinjiang.
Namun, papar Indah, Indonesia mencatat bahwa ada dinamika yang terjadi terkait isu Uighur tersebut. Ia juga mengakui China tidak tinggal diam dalam menangani keluhan dan laporan mengenai dugaan persekusi yang diterima etnis Uighur.
"Setiap negara punya kewajiban untuk menyelesaikan isu domestik sendiri dan upayanya bisa bermacam-macam. Itu [bantuan China] mungkin salah satu cara China untuk memberikan exposure apa sih sebenarnya yang terjadi," kata Indah.
"Indonesia tidak dalam posisi menuduh tapi menghargai upaya yang telah dilakukan China untuk selesaikan masalah domestiknya," ucap dia menambahkan.
Laporan WSJ pada pekan lalu menyebut bahwa China mendonasikan sejumlah bantuan finansial dan program beasiswa tak lama setelah isu Uighur kembali mencuat di Indonesia pada 2018 lalu.
Beijing bahkan membiayai puluhan petinggi Muhammadiyah, NU, Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga wartawan dan akademisi untuk berkunjung ke Xinjiang secara gratis.
Sejak bantuan dan kunjungan ke Xinjiang berlangsung, posisi Muhammadiyah dan NU tidak lagi mengkritik secara tajam China terkait Uighur. Melalui rilis pada Februari lalu, Muhammadiyah membantah bahwa pemerintah China menahan jutaan etnis Uighur di sejumlah kamp penahanan di Xinjiang.
Sumber: CNN Indonesia