Jakarta (PantauNews.co.id) - Kalangan pengusaha tengah, terutama rokok dihadapkan pada wacana baru berupa kebijakan pembatasan merek (brand restriction) dan kemasan polos (plain packaging) yang sedang menjadi tren global. Di sisi lain, industri rokok dihadapkan soal kenaikan cukai pada 2020.
Pembatasan merek dan kemasan polos akan berdampak langsung pada industri rokok. Ketentuan ini tercantum pada Permenkes 40/2013 tentang Pete Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan.
Pada Bab III disebutkan, tahun 2020-2024 ditargetkan "Pengaturan peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan (PHW) dievaluasi untuk ditingkatkan menjadi bungkus rokok polos (plain packaging)".
"Kalau mereka mau kurangi prevalensi rokok ini ajak bicara dulu. Jangan benci dulu dan anggap musuh padahal kita juga bagian dari yang berdampak," kata Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia, Budidoyo dalam diskusi bertajuk Dilema Pembatasan Merek dan Kemasan Polos di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (09/10/2019)
Wacana plain packaging dianggap meniru negara Australia yang terlebih dahulu sudah menerapkan kebijakan ini. Jika diterapkan di Indonesia, ada kekhawatiran akan mempengaruhi brand produk.
"70 persen industri ini yang menikmati pemerintah tetapi kita tidak pernah diberi ruang. Ini tragis sebagai penyumbang besar tetapi terus dimarjinalkan mulu, termasuk wacana ini, apa manfaatnya?" kata Budidoyo.
Tampilan kemasan berkontribusi besar dalam membangun brand yang membutuhkan waktu lama dan biaya tidak sedikit. Semisal saat di ritel, seseorang mempunyai sepersekian detik untuk memilih produk sehingga penampilan produk yang menarik akan mempengaruhi keputusan konsumen. Tampilan kosong dinilai dapat berpotensi pada pemalsuan.
Adanya pembatasan merek juga berpotensi menjadi slippery slope atau dapat meluas ke bidang usaha lain yang dianggap mengganggu kesehatan publik, semisal makanan dan minuman. Namun, wacana tersebut diragukan bakal diterapkan pada kemasan makanan dan minuman.
"Brand restriction sama kemasan polos ini agak aneh karena kemasan dan label di packaging mamin itu adalah informasi untuk konsumen. Ada tabel nutrisi, komposisi bahkan ada produk yang BPOM wajibkan service size jadi kayaknya untuk makanan dan minuman tidak mungkin diterapkan," kata Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Doni Wibisono.
Doni menyadari bahwa wacana ini perlu disebarluaskan untuk menumbuhkan kesadaran publik dan pengusaha lain terkait regulasi-regulasi yang kemungkinan akan muncul ke depannya
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy mengatakan regulasi semacam ini memang terjadi di beberapa negara. Ia meminta pengusaha untuk tidak khawatir sebab pemerintah belum mengeluarkan aturan tersebut.
"Anggota kami ingin ada diskusi dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut yang berpengaruh pada usaha tembakau. Di beberapa negara dimulai dari itu. Di Indonesia akan seperti apa? Ini masih menunggu, tidak perlu khawatir karena pemerintah belum mengeluarkan aturan," kata Eddy
Sumber: CNBC Indonesia