Jakarta (PantauNews.co.id) - Dalam beberapa hari lagi, Rudiantara akan purnatugas dari jabatannya sebagai Menkominfo. Selama mengemban amanah untuk memimpin sektor bidang TIK ini, pernah dilanda dilema soal pembatasan akses ke media sosial (medsos).
Pembatasan medsos ini menurut Rudiantara jadi pekerjaan terberat yang dilakukannya, di mana masyarakat kesulitan mengakses fitur video dan gambar di Instagram, YouTube, sampai sukar mengirim atau menerima konten tersebut di WhatsApp.
Kebijakan pemerintah tersebut terjadi selama tiga hari, pada tanggal 22 Mei sampai 25 Mei 2019. Adapun langkah ini diambil pemerintah saat itu untuk meredam penyebaran hoax terkait pengumuman hasil Pilpres 2019.
"(Tugas paling berat) waktu pembatasan layanan data, karena di satu pihak saya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan kebebasan bermedia. Tapi, di satu pihak juga ada kepentingan yang lebih besar, yaitu national security," tutur Rudiantara.
Pada akhirnya, pemerintah memberlakukan pembatasan akses unggahan foto dan video di medsos dan layanan pesan instan. Menurut Rudiantara, langkah tersebut justru diapresiasi oleh dunia internasional.
"Tapi, alhamdulillah apresiasinya banyak, bahkan dari luar negeri. Saya diundang oleh menteri luar negeri Inggris untuk menyampaikan apa yang terjadi pada bulan Mei itu, karena dianggap Indonesia bisa balancing, menyeimbangkan kembali freedom of expression, freedom of media dengan national security," kata pria berkacamata ini.
"Di sana, di London, saya persentasi mengenai itu. Berat tapi ya jerih parahnya diapresiasi," sambungnya.
Pembantu Presiden
Rudiantara merupakan menteri yang sejak awal pemerintah Joko Widodo - Jusuf Kalla (Jokowi-JK) tidak pernah kena reshuffle kabinet. Pria yang disapa Chief RA ini mengembang tugas sebagai Menkominfo selama lima tahun.
Selama itu pula, ia senantiasa berperan aktif sebagai pembantu presiden sesuai dengan tupoksinya. Peran tersebut, dikatakan Rudiantara, membuatnya senang.
"Saya senang bekerja sebagai membantu presiden. Kalau membantu orang lain senang, saya juga senang," ucap dia.
Di samping itu, mantan petinggi berbagai perusahaan telekomunikasi ini mengungkapkan ada hal yang membuatnya jengkel, yakni yang berkaitan dengan protokol.
"Banyak juga yang saya nggak suka, protokol. Tapi, protokol ini saya butuhkan kalau ada acara yang berkaitan dengan Presiden, masa menterinya datanganya terakhir," ucapnya.(dtc)